Berita  

Anggota DPD RI Abdul Hakim Kecewa atas Pemberitaan beberapa Media Masa terkait Statementnya yang terkesan memihak PTPN 7

Abdul Hakim Anggota DPD RI Komite IV, membantah Terkait Pemberitaan di beberapa media online yang sebelumnya memberitakan hasil rapat koordinasi yang dilaksanakan di Kantor Direksi PTPN VII bersama Sekretaris PTPN VII Bambang Hartawan, Kabag Pengelolaan Aset Iyushar Ganda Saputra, Kabag Pertanahan, IT Sasmika DS, dan beberapa pejabat di Kantor Direksi PTPN VII Kedaton, Kota Bandar Lampung, Senin 24 Juli 2023.

Dimana dalam beberapa narasi pada pemberitaan di beberapa media masa menuliskan Statement Abdul Hakim yang mengatakan “Kalau kita lihat duduk persoalannya kan jelas. Lahan itu eks aset perusahaan Belanda yang dinasionalisasi. PTPN VII juga legalitas yang cukup dan berkekuatan hukum”

Abdul Hakim menampik keras bahwa ia sama sekali tidak menyampaikan hal tersebut kepada awak media, bahkan ia sempat menelfon rekannya untuk mencari media mana yang memelintir pemberitaan terkait hal tersebut agar harus berimbang dalam pemberitaan dan tidak asal tulis.

Lebih lanjut Abdul Hakim juga sempat mengkonfirmasi lawan telfonnya bahwa untuk memastikan saat jalannya rapat tersebut tidak ada media yang berada diruangan, hanya saat usai rapat saja ada awak media yang konfirmasi itupun ia akui tidak mengatakan hal demikian, ungkap Abdul Hakim yang merupakan Anggota DPD RI Komite IV dari Dapil Lampung.

Abdul hakim juga membatah bawah pihaknya meminta BPN melalui Kanwil ATR-BPN Provinsi Lampung untuk mendeklarasikan bawah tanah di tanjung kemala tersebut milik PTPN7 Unit usaha Way Berulu.

Hal tersebut disampaikan Abdul Hakim, saat dikonfirmasi oleh awak media pada Senin malam 24 Juli 2023, untuk mengklarifikasi terkait Statement nya yang siang tadi diunggah oleh beberapa media masa, bahkan Abdul Hakim sempat kecewa dengan adanya pemberitaan dengan narasi tersebut.

Terkait pemberitaan tersebut, kepala desa Tamansari Fabiyan Jaya meminta untuk dilakukan pertemuan secara langsung antara kepala desa, perwakilan masyarakat, BPN Kabupaten, Kanwil BPN Provinsi, PTPN7, Polda dan polres pesawaran.Agar jelas duduk perkaranya masalah lahan yang diduduki masyarakat tersebut.

“Tentunya pihak BPN dan PTPN7 membawa berkas surat menyurat, bukan membawa cerita dan berita yang pada akhirnya menjadi debat kusir. BPN harus berani menunjukkan sikap untuk menjamin kepastian hukum. Jangan cuma bicara silahkan tempuh jalur hukum, tapi mereka sendiri tidak ada data.

Lebih lanjut Fabiyan menuturkan “BPN, PTPN7 dan kepala desa adalah pemerintah kalau semua bersinergi maka negara ini akan bersih dari mafia tanah dan mafia hukum, Karena tidak semua masalah harus berakhir di pengadilan” tutur Fabiyan.

Hal tersebut juga diamini oleh Abdul hakim, pihaknya meminta Pemerintah harus hadir dalam permasalahan ini dan Abdul hakim juga mengaku siap memfasilitasi dimana dalam waktu dekat akan segera memanggil pihak-pihak terkait untuk duduk bersama dan membahas hal ini agar tidak berlarut-larut, serta terang benderang siapa pemilik hak dari pada lahan tersebut.

Hal tersebutpun disoroti oleh ketua LSM LIRA Kabupaten Pesawaran Bimantara “Dengan beredarnya pernyataan Abdul Hakim yang merupakan Anggota DPD RI yang diplintir, hingga menimbulkan opini publik yang menyimpang dari kenyataan dan berpotensi menimbulkan kebingungan yang bisa saja merujuk pada keonaran ditengah masyarakat, dirasa perlu semua pihak memperhatikan lebih jauh tentang Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juga mengatur mengenai berita bohong yakni, Pertama, “barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun”.

Kedua, “Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.”

Sedangkan Pasal 15 UU 1/1946 menyatakan “Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi, tingginya dua tahun.” ungkap Bimantara.(suf)