Berita  

Nukila Evanty Angkat Bicara Ketua IMA Pemerintah Harus Menghormati  Deklarasi PBB Tentang Hak -Hak Masyarakat Adat (UNDRIP) Dalam Masalah Rempang

Batam|Nukila Evanty , ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) menyatakan keheranannya dengan sikap pemerintah baik pusat maupun daerah yang kurang mempunyai rasa simpati dan  empati  terhadap keresahan dan kebutuhan masyarakat adat Rempang termasuk  hak-hak masyarakat adat Rempang di Kepulauan Riau.

Nukila yang sangat konsisten memperjuangan kasus antara hak-hak masyarakat adat terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) ini telah melakukan riset dan advokasi sejak kasus ini mencuat awal September 2023 lalu. Nukila adalah bagian dari masyarakat adat Rokan Hilir, Riau.
Nukila mengaku kaget mendapatkan salinan  Peraturan Presiden (Perpres) No 78 tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden (Perpres ) No 62 tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam rangka penyediaan tanah untuk Pembangunan Nasional. Sosialisasi Perpres tersebut telah diselenggarakan hari Senin, 18 Desember 2023 disalah satu hotel di Batam.

Nukila mempertanyakan apakah dalam sosialiasi Perpres tersebut sudah cukup  diwakili dan dihadiri oleh perwakilan masyarakat adat Rempang terutama perempuan-perempuan  Rempang?
Menurut Nukila, Perpres tersebut syarat  kepentingan dan begitu  dipaksakan
apalagi niat menjadikan eco city  project tersebut  sudah pernah ditolak , dan kalau terus dipaksakan dapat melanggar hak asasi masyarakat Adat Rempang .Terlihat sistematis cara-cara nya mulai dari pembuatan kebijakan ini sampai bisa nanti pada akhirnya memaksa masyarakat terusir dari wilayah adat , tempat mereka lahir serta kampung nenek moyang mereka .

Menurut Nukila, kalau dianalisa terutama Pasal 3 Perpres No 78 tahun 2023 menyebutkan:” Pemerintah melakukan penanganan dampak sosial kemasyarakatan kepada masyarakat yang menguasai tanah yang digunakan untuk pembangunan nasional”. Kemudian  pasal 2 berbunyi : “tanah tersebut merupakan tanah negara dalam pengelolaan pemerintah dan  tanah yang dimiliki oleh pemerintah, pemerintah daerah , badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah.Sehingga pasal tersebut tidak  sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria atau UU PA (UU Nomor 5 Tahun 1960) yang mengakui hak dan tanah Ulayat atau tanah adat.

Kemudian pasal 5  Perpres No 78 tahun 2023 berbunyi : ” Penguasaan tanah oleh masyarakat harus memenuhi persyaratan yaitu  telah menguasai dan memanfaatkan tanah secara fisik paling singkat 10 tahun secara terus menerus. Serta menguasai dan memanfaatkan tanah dengan itikad baik secara terbuka serta tidak diganggu gugat, diakui dan dibenarkan oleh pemilik hak atas tanah dan atau lurah kepala desa setempat.

Bunyi -bunyi pasal -pasal dalam Perpres tersebut menjadi *domain* pemerintah semua yang memutuskan. Karena Lurah dan kepala desa adalah menjadi bagian dari aparatur pemerintah , sehingga dimana posisi masyarakat adat Rempang? Menurut Nukila, Perpres No 78 tahun 2023 dalam salah satu pasal  memberikan kekuasaan besar pada Gubernur untuk menetapkan jangka waktu penguasaan dan pemanfaatan tanah secara fisik setelah dilakukan rapat koordinasi dengan wakil wakil pemerintah.  mengingatkan bahwa Indonesia sudah komit pada Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak -hak Masyarakat Adat disebut  United Nations Declaration on the Rights of Indigenous People’s (UNDRIP) .Pasal 7 UNDRIP menyebutkan “masyarakat adat  memiliki hak utuh atas kehidupan,hak kolektif atas hidup bebas, damai dan aman”.Pasal 8 UNDRIP menyebutkan masyarakat adat tidak menjadi target dari pemaksaan budaya.Pasal 10 UNDRIP menyebutkan masyarakat adat tidak boleh dipindahkan secara paksa dari tanah atau wilayah mereka. Perwakilan Pemerintah RI di New York  dalam forum masyarakat adat juga selalu menjelaskan bahwa pemerintah sangat menghormati hak-hak masyarakat adat.

Sosialisasi Perpres baik tetapi tidak bisa  dipaksakan dan harus  bersifat partisipatoris serta hanya  memusatkan pada pemerintah saja keputusannya atau mengambil keputusan Terus dalam Perpre”ungkapnya (Ijal)