Berita  

Laporan Polda Sumbar dialihkan ke Mabes Polri,Diduga Penyidik Polda Sumbar Lindungi Otak Pelaku Penipuan

Penamerah.co.id Padang|Kasus dugaan tindak pidana penipuan yang dilaporkan oleh Guntur Abdurrahman terhadap seorang pengusaha hotel berinisial LS memasuki babak baru. Guntur, yang merupakan korban dalam perkara ini, secara resmi telah melayangkan laporan ke Mabes Polri dan Kapolda Sumatera Barat atas dugaan tidak profesionalnya penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumbar.

Tak main-main, laporan tersebut berisi dugaan serius: bahwa penyidik yang menangani kasus ini tidak hanya lamban dan tidak profesional, tetapi juga diduga melakukan upaya perlindungan terhadap otak pelaku, LS, dengan cara-cara yang menyimpang dari aturan hukum. Diduga Rekayasa Hukum dan Pergeseran Pasal

Dalam keterangannya, Guntur menjelaskan bahwa sejak awal, laporan yang ia ajukan berkaitan dengan dugaan penipuan yang dilakukan oleh LS telah memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam *Pasal 378 KUHP* Pasal tersebut menyebutkan bahwa penipuan dilakukan dengan akal tipu muslihat atau rangkaian kebohongan yang membuat korban menyerahkan sesuatu, memberi kaun utang, atau menghapus piutang.

Namun dalam perjalanannya, penyidik justru mengalihkan perkara ke *Pasal 372* *KUHP* yang mengatur tentang penggelapan. Pergeseran pasal ini dianggap sangat janggal karena tidak mencerminkan fakta-fakta yang ada dan berpotensi melemahkan posisi hukum pelapor sekaligus melindungi LS dari jerat hukum yang lebih berat.

“Semua unsur Pasal 378 terpenuhi, bahkan bukti surat dan keterangan saksi pun sudah ada. Tapi yang terjadi justru penyidik seolah-olah berupaya memisahkan peran LS sebagai aktor utama, dan hanya berfokus pada pelaku lapangan,” ujar Guntur kepada wartawan.

Dugaan Intimidasi terhadap Korban,Tak hanya itu, Guntur juga membeberkan bahwa dalam salah satu pertemuan, penyidik sempat menyampaikan kalimat yang dianggap sebagai bentuk intimidasi: “Kasus ini tidak dapat diteruskan, sebaiknya korban melanjutkan kerja sama dengan terlapor.”

Pernyataan ini, menurut Guntur, sangat mencederai rasa keadilan dan menunjukkan bahwa ada konflik kepentingan dalam penanganan perkara. Terlebih, LS diketahui merupakan pengusaha pemilik hotel di Kota Padang, dan suaminya merupakan pemilik toko emas di Payakumbuh — dua figur yang dikenal memiliki pengaruh ekonomi cukup kuat di Sumatera Barat.

“Apakah karena pelakunya orang kaya dan punya relasi luas, maka hukum bisa ditekuk seenaknya? Ini yang ingin kita lawan,” katanya dengan nada kecewa. Sudah 18 Bulan Berjalan Tanpa Kepastian hukum.

Laporan yang telah masuk sejak 18 bulan lalu ini masih berjalan di tempat. Tidak ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, padahal menurut pelapor, penyidikan semestinya sudah cukup untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan. AC, tukang yang menerima uang dari Guntur, juga belum diproses hukum secara serius.

“Kalau alat bukti lengkap, dan pelaku jelas, apa lagi yang ditunggu? Yang ada justru upaya mengaburkan peran LS,” ujar Guntur.

“Laporan ke Mabes Polri dan Desakan Evaluasi”

Guntur menyebut, pada *14 April 2025*, dirinya telah mengirimkan laporan resmi ke **Karo Wasidik Bareskrim Polri* dan *Kapolda Sumbar* Dalam laporan itu, ia meminta dilakukan audit dan pemeriksaan terhadap kinerja penyidik yang menangani perkara.

“Kami mendesak agar ada tindakan tegas dari Kapolda Sumbar. Pecat penyidik yang tidak profesional dan menyalahgunakan kewenangannya. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di daerah,” tegas Guntur.

Ia pun berharap agar Mabes Polri dapat segera menindaklanjuti laporan tersebut dan memastikan bahwa seluruh proses hukum berjalan tanpa intervensi, keberpihakan, maupun tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan.

“Pasal 378 KUHP: Instrumen yang Dikesampingkan?”

Sebagai informasi, *Pasal 378 KUHP* berbunyi:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, atau karangan kata bohong membujuk orang untuk memberikan barang, membuat utang, atau menghapus piutang, dihukum karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”*

Menurut Guntur, semua unsur tersebut telah terpenuhi dalam kasus ini. Namun penyidik justru memilih pasal yang tidak sesuai dengan realitas fakta dan bukti.

“Masyarakat Diminta Untuk mengawasi Penegakan Hukum”

Terakhir, Guntur meminta agar masyarakat sipil, media, dan lembaga pengawas turut mengawal kasus ini. Ia tidak ingin pengalaman buruknya menjadi pengalaman serupa bagi warga lain yang mencari keadilan.

“Kita ingin membangun kepercayaan terhadap institusi kepolisian. Tapi bagaimana caranya kalau kasus seperti ini dibiarkan tanpa kejelasan? Ini bukan lagi soal pribadi, tapi soal keberanian kita membela keadilan,” pungkasnya.

 

(Tim)